Catatan Kecil: D. Wijaya
————————-

Rapat Paripurna DPRRI pada Kamis 15 Desember 2022 di Jakarta telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK) menjadi Undang-Undang (UUP2SK). Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang P2SK adalah inisiatif Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia perlu waktu tiga tahun, proses legislasi RUU P2SK (Omnibus Law) menjadi UU sejak diusulkan pada 17 Desember 2019.

Pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, bahwa UU Nomor 4 Tahun 2022 tentang P2SK (UU-P2SK) merupakan ikhtiar Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar sektor keuangan menjadi lebih inklusif dan stabil. Stabilitas dan inklusif merupakan prasyarat utama untuk mengakselerasi pembangunan dan perekonomian nasional.

Menyimak konsiderannya, bahwa UU-P2SK ini lahir untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara 1945. Negara perlu mewujudkan pembangunan nasional yang didukung dengan perekonomian yang tangguh melalui pengembangan dan penguatan sektor keuangan yang lebih optimal.

Berikutnya, UU-P2SK lahir untuk mendukung dan mewujudkan upaya pengembangan dan penguatan sektor keuangan, seiring perkembangan industri jasa keuangan yang semakin kompleks dan beragam; perekonomian nasional dan internasional bergerak cepat, kompetitif, dan terintegrasi; sistem keuangan semakin maju. Sampai disini Pemerintah perlu memperkuat kerangka pengaturan dan pengawasan lembaga jasa keuangan, disektor jasa keuangan dengan menggunakan metode omnibus guna menyelaraskan berbagai pengaturan yang terdapat dalam berbagai Undang-Undang menjadi satu Undang-Undang yang komprehensif UU-P2SK.

Terdapat lima (5) hal dalam UU-P2SK. Pertama, penguatan kelembagaan otoritas sector keuangan dengan tetap memperhatikan independensi; kedua penguatan tata kelola dan peningkatan kepercayaan publik; ketiga mendorong akumulasi dana jangka panjang sektor keuangan untuk kesejahteraan dan dukungan pembiayaan pembangunan yang berkesinambungan; ke empat perlindungan konsumen; dan kelima literasi, inklusi dan inovasi sector keuangan.

Khusus untuk BPR, nomenklatur nama Bank Perkreditan Rakyat (BPR) pada UU 7/92 berikut perubahannya UU 10/98, berubah menjadi Bank Perekonomian Rakyat pada UU-P2SK ini. Penyebutan baru ini tentu memberi makna yang lebih luas dari sebelumnya dan pada UU Perbankan sebelumnya, BPR terkesan lahir hanya terbatas untuk perkreditan semata.

Dengan UU-P2SK ini pemerintah memberi ruang kepada BPR untuk turut mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif, berkelanjutan, dan berkeadilan guna meningkatkan taraf hidup masyarakat, mengurangi ketimpangan ekonomi, dan mewujudkan Indonesia yang sejahtera, maju, dan bermartabat, khususnya dalam usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

Melalui UUP2SK ini juga BPR daharapkan mampu mencapai tujuan optimalisasi fungsi intermediasi BPR kepada usaha sektor produktif; meningkatkan portofolio pendanaan sektor usaha produktif; meningkatkan kemudahan akses dan literasi; meningkatkan dan memperluas inklusi keuangan; memperluas sumber pembiayaan jangka panjang; meningkatkan daya saing dan efisiensi; mengembangkan instrumen di pasar keuangan dan memperkuat mitigasi risiko; meningkatkan pembinaan, pengawasan, dan pelindungan konsumen; memperkuat pelindungan atas data pribadi nasabah; memperkuat kelembagaan, ketahanan dan memperkuat ekosistem sektor keuangan. (Bersambung).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *