Catatan kecil: D.Wijaya
==================
Memasuki minggu kedua pada Juni 2023, media sosial diramaikan dengan berita ditemukannya brankas “bunker” narkoba di salah satu kampus ternama di Sulawesi Selatan.
Miris mendengarnya. Kampus, yang seharusnya menjadi tempat menimba ilmu pengetahuan, oleh oknum tertentu dan mahasiswa terlibat dan menjadikan salah satu ruangannya yang edialnya untuk belajar dijadikan tempat untuk menyimpan dan memperdagangkan narkoba. Mungkin pelakunya berpikir orang tidak akan curiga, tidak percaya dan aman menjalankan aksinya dikampus.
Pada kesempatan lain penulis pernah punya catatan kecil berjudul “antroposentrisme, hidup ini adalah ruang belajar untuk berpikir “. Dalam masalah lingkungan, konsep antroposentrisme, manusia sering dianggap sebagai akar masalah. Masalah tercipta karena adanya interaksi manusia dengan lingkungannya. Faham Antroposentrisme juga menempatkan manusia sebagai spesies yang paling pusat dan paling penting daripada species lainnya dimuka bumi, hal ini karena kemampuannya berpikir.
Setiap orang bebas berpikir, bahkan pikiran dan pandangan seseorang tidak bisa dipenjarakan, kecuali sudah terwujud dalam Tindakan. Bahkan kalaupun tindakannya menyimpang dari kewajaran, masih harus dibuktikan di sidang pengadilan bahwa tindakannya itu melanggar hukum.
Mungkin karena teori dan pandangan bahwa pendidikan itu proses kebebasan berpikir, pada akhirnya tidak terkontrol dan susah menyeleraskan pikiran dan tindakannya itu. Kebebasan berpikir yang dilanjutkan dengan tindakan diluar kendali dan norma hukum yang ada, eksesnya terjadi seperti contoh kasus diatas. Kasus ini hanyalah salah satu dari sekian banyak kasus lainnya dalam dunia pendidikan, dan tak seorangpun menghendaki terjadi tindakan tindakan yang melanggar hukum.
Dalam hal pendidikan, dari zaman dahulu metode yang diajarkan Sokrates bahwa pendidikan dimanfaatkan untuk mengembangkan pengetahuan peserta didik secara mandiri dan tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh pemikiran dari pendidiknya. Karenanya filsuf Yunani ini pernah menyebut bahwa “pendidikan itu menyalakan api bukan mengisi bejana”. Tugasnya guru, dosen, pendidik adalah membakar lilin bukan mengisi minyak, biarkan minyak dan apinya dijaga menyala dan dikembangkan terus oleh peserta didik itu sendiri.
Mendidik pastinya bukan hanya tugas guru, dosen di kampus, di sekolah formal, tetapi juga sekolah informal, ada orang tua dan juga lingkungannya sendiri. Masyarakat juga penting hadir “menyalakan api” dan turut menjaga apinya tidak membuat kebakaran yang membakar dirinya dan juga arang lain, tapi menghangatkan dan berguna bagi dirinya dan yang lainnya.