Oleh: D.Wijaya
=============
Masih dari Surat Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ke Direksi BPR-BPRS. Himbauan OJK kepada Direksi BPR BPRS (industry) untuk memperluas jangkauan sumber dana (low cost of fund) dan penyaluran kredit/pembiayaan yang semakin inklusif pada sector UMKM, pastinya menjadi prioritas, karena memang pangsa pasar BPR BPRS adalah UMKM. Ajakan ini tidak berlebihan, penulis melihatnya ini sebagai bentuk dukungan dan dorongan pemerintah agar supaya kesenjangan (gap) antara indeks Produk Domestik Bruto (PDB) agregat dengan PDB per-kapita tidak semakin melebar, sebaliknya semakin sempit.
Industry diminta untuk mengambil langkah-langkah strategis guna ikut mendukung kebijakan pemerintah dalam rangka memperkuat perekonomian nasional dan menjaga stabilitas sistem keuangan, melalui peningkatan kualitas UMKM. Upaya peningkatan kualitas UMKM sebagaimana dimaksud diatas melalui: pemberian pelatihan, manajemen usaha, pengelolaan keuangan, pengembangan ekosistem UMKM, serta business matching dan linkage baik terhadap konsumen maupun terhadap pengusaha besar.
Upaya peningkatan kuliatas UMKM melalui pemberian pelatihan manajemen usaha, pengelolaan keuangan, lebih lebih untuk mengembangkan ekosistem UMKM, hal ini menjadi tantangan baru bagi SDM industri. Demikian juga halnya dorongan untuk linkage terhadap konsumen, pengusaha besar. Industri berharap dengan adanya himbauan dimaksud, minimal pada penyusunan RBB 2025 sudah dimuat, diupayakan untuk memulai pengembangan eksositem UMKM, business matching & linkage, baik terhadap konsumen maupun terhadap pengusaha besar.
Hal ini menjadi tantangan baru bagi industry, khususnya BPR-BPRS dengan aset kecil. Masih ada 88 dari 1378 BPR di Indonesia dengan asset dibawah Rp.10 milyar. Khusus untuk wilayah Bali, dari 129 BPR masih ada satu (1) BPR dengan asset dibawah Rp.10 milyar. Sementara ekuitas (baca modal inti) BPR di Bali: terdapat 89 BPR atau 65,12 persen ada dalam klaster BPRKU1 (MI dibawah Rp15 milyar). BPR dengan modal inti Rp15 s.d. 50 milyar (BPRKU2) ada 30 BPR (23,26%) dan hanya 7,75 persen (10 BPR) dengan modal inti diatas Rp.50 milyar (BPRKU3).
Ajakan OJK untuk mengembangkan ekositem UMKM bagi BPR rasanya masih menjadi tantangan industri. Tantangan utamanya adalah: apakah infrastruktur, pemodalan, sumber daya manusia BPR sudah compatible untuk itu; apakah BPR mampu menciptakan nilai nilai baru yang dibutuhkan ekosistem UMKM; apakah ketika sudah masuk kedalam ekosistem para pihak mendapat manfaat lebih, mampu bersaing lebih baik dari sebelumnya. Masih banyak pertanyaan lain yang mesti disiapkan jawabannya oleh BPR.
Apapun tantangannya, yang jelas pemerintah (OJK) melalui surat OJK S-35/D.03/2024 tanggal 18 Oktober 2024 sudah mendorong dan mengajak industry BPR secara bersama-sama mengupayakan peningkatan kuantitas dan kualitas UMKM untuk membantu pemerintah mengurangi Gap Indeks PDB agregat dengan PDB Per-Kapita. Mari kita upayakan bersama, semoga berhasil. (D.Wijaya/Gumikbali.com)