I Ketut Sumitra pedagang klepon asal Banjar Kedungu, tanahlot-Tabanan, tergolong sukses. Meski tidak tamat SD, Sumitra yang berjualan klepon selama 20 tahun sukses menyekolahkan dua anaknya hingga lulus sarjana. Perjuangan Sumitra berliku. “Awal dulu tukang jarit, tida cocok karena sakit terus. Jadi saya alih profesi menjadi tukang bangunan,” ujarnya. Pekerjaan istri jualan kelepon, “istrinya tetap berjualan klepon di pasar Kapal, Badung” katanya.
Pakayu Astini, panggilan akrab I Ketut Sumitra, mengatakan “dulu menjadi tukang bangunan, macet” kenangnya, hingga akhirnya Sumitra membantu istrinya berjualan klepon. “saya jualan keliling, dari Sempidi, Sading, Abiansemal, Blahkiuh, Peguyangan,” ungkapnya.
Dalam lika-liku berjualan klepon pernah tidak laku, namun tidak banyak. “Berjualan sedikit, ada pasang surut. Sebelum pandemi, 10-12 kg. Dulu murah, masih Rp 500 sebungkus. Sebelum pandemi, Rp 600 ribu untuk 10 kg” katanya di temui gumikbali.co.id beberapa waktu lalu.
Dari berjualan klepon, Sumitra berusaha menghidupi keluarga dan menyekolahkan dua anaknya. “Cita-cita saya, memohon biar dapat anak cewek dan cowok. Berharap anak pintar supaya tidak bodoh seperti saya,” jelasnya. Sumitra teringat, untuk menyekolahkan anak, dulu sampai berhutang di koperasi dan LPD. “Sekarang ada kemajuan ” kenangnya . Punya dua orang anak perempuan dan laki, “Putri pertama berhasil lulus menjadi perawat dan kini bertugas di RS Bali Mandara, yang putra lulus pariwisata dan kini bekerja di ITDC” ujarnya sambil tersenyum.
Meski dua anaknya sudah mandiri, dia tetap berjualan klepon. Saat ini dirinya berjualan di kawasan Desa Sading “Tetap berjualan klepon, tidak ada jalan lain lagi, disini pemargi saya, sekarang usia 63 tahun,” jelasnya. Mengenai cita rasa, Sumitra menambahkan “Klepon buatan saya tidak pakai pewarna, semua dari bahan alami, termasuk menggunakan gula merah,” katanya. (K.Yess/Gumikbali.com)