Catatan: Darmawijaya
Hari Suci Galungan dirayakan umat Hindu (di Bali) setiap 210 hari sekali berdasarkan perhitungan kalender Bali (Caka) yaitu pada hari Budha (Rabu) Kliwon Dungulan. Hari Suci Galungan dilaksanakan sebagai hari kemenangan Dharma (kebenaran) atas Adharma (kejahatan).

Dalam mitologi Hindu di Bali dikisahkan dahulu kala terdapat raksasa yang bernama Mayadanawa, raksasa ini sangat kuat, sakti mandraguna, dapat mengubah dirinya menjadi bentuk apapun yang dia mau. Karena kesaktiannya itu Mayadanawa diitakuti masyarakat. Mayadanawa melarang masyarakat untuk melakukan persembahyangan, menyembah Tuhan, menyembah Dewa-Dewi. Mayadanawa ingin semua orang tunduk padanya dan mau menyembah dirinya. Karena kesaktiannya Mayadanawa menjadi sombong dan angkuh. Rakyat tak diizinkan lagi melakukan upacara keagamaan dan merusak tempat-tempat suci, Pura. Rakyat menjadi sedih dan sengsara, tak kuasa menentang Mayadanawa.

Di bagian lain, kehidupan masyarakat yang harmonis, damai tentram sebagaimana ajaran Mpu Kul Putih, merasa sangat terusik dan geram terhadap kejahatan Mayadanawa, karena itu Mpu Kul Putih dengan sakti dan kemampuan yoga samadhinya di Pura Besakih mohon petunjuk dan bimbingan Tuhan. Beliau mendapat pawisik agar meminta pertolongan Bhatara Indra turun ke Dunia untuk menghabisi raksasa Mayadanawa.

Singkat cerita, Bhatara Indra beserta pasukan turun memberikan pertolongan, tapi sebelumnya mengingatkan kepada Mayadanawa bahwa tindakannya salah dan tidak patut dilakukan. Namun Mayadanawa sangat angkuh dan sombong, bahkan Mayadanawa berontak. Karena melawan, Bhatara Indra pun melawan dan menyerang Mayadanawa, karena kehebatan dan kesaktian Bhatara Indra, Mayadanawa kewalahan dibuatnya.

Dalam penyerangan itu Bhatara Indra unggul dan Mayadanawa melarikan diri, bersembunyi. Mayadanawa sempat menciptakan mata air yang beracun, dalam pergerakannya, agar tidak meninggalkan jejak, ia berjalan mengendap dengan memiringkan telapak kakinya (daerah itu kemudian dikenal dengan nama Tampak Siring). Keesokan harinya banyak pasukan Bhatara Indra yang jatuh sakit karena minum air yang beracun. Melihat hal itu, Bhatara Indra menciptakan mata air untuk melawan air yang beracun yang kemudian dikenal dengan Tirta Empul, dan semua pasukan Bhatara Indra dapat kembali sembuh.

Penyerangan Bhatara Indra terhadap Mayadanawa terus dilakukan, kesaktian Mayadanawa dan kemampuan mengubah dirinya menjadi ayam (Manuk Raya, sekarang daerah tersebut dinamakan Desa Manukaya. Konon banyak nama nama tempat yang dilalui berawal dari perubahan wujud Mayadanawa. Mayadanawa berubah menjadi Buah Timbul (dinamakan Desa Timbul), berubah menjadi Busung (janur) sehingga daerah itu dinamakan Desa Blusung, menjadi Susuh sehingga daerah itu dinamakan Desa Panyusuhan, dan banyak nama nama lainnya. Terakhir berubah menjadi Batu Paras (batu padas) dipinggir sungai dan dipanah bathara Indra akhirnya Mayadanawa menemui ajalnya. Konon darahnya Mayadanawa terus mengalir membentuk sungai yang disebut Sungai Petanu. Sungai itu diberkati oleh Bhatara Indra, jika air sungai itu digunakan untuk mengairi sawah, maka lahan akan menjadi subur.

Setelah Mayadanawa dikalahkan Dewa Indra, rakyat diminta untuk kembali beraktifitas untuk kegiatan keagamaan, sembahyang ke Pura dan merayakan kemenangan ini dengan sukacita, sebagai kemenangan Dharma atas Adharma.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *