Keberadaan LPD Desa Adat Sukahet, sebagai lembaga keuangan milik Desa Adat, sangat dirasakan warga, dalam menjaga ajegnya adat tradisi budaya. Khusnya upacara di Pura Kayangan Tiga, LPD Sukahet menggratiskan biaya piodalan.

Pemucuk LPD Desa Adat Sukahet, I Gusti Agung Indra Gunawan, ketika ditemui pada Rabu, 21/7/2022 di kantor LPD Sukahet, menyatakan subsidi berlangsung sejak 2015. Diawali saat Galungan menggelontorkan Rp 15 juta, dengan rincian Rp 10 juta LPD dan Rp 5 juta dari adat yang bersumber dari dana pembangunan. “Kemudian pada 2019 saat Galungan ditambah bantuan menjadi Rp 20 juta. Kalau Ngusaba menjadi Rp 30 juta sekali odalan,” ujarnya.

Dengan bantuan tersebut, masyarakat hanya dikenakan Punia Rp 15.000 setiap odalan. “Dana itu sebagai rasa memiliki masyarakat,” ujarnya.

Selanjutnya, dana punia masyarakat yang terkumpul itu bukan untuk piodalan. Namun masuk ke Dalem. Kemudian Punia masyarakat terbagi untuk Pemangku dan Purnama-Tilem dan Kajeng Kliwon dan dana abadi berupa kas desa yang diperuntukkan untuk upacara ngaben massal. Dana punia itu tergolong lumayan ketika dikumpulkan. “Ketika ada ngaben massal, dana itu digunakan oleh prajuru,” ujarnya.

Bagi Krama yang merantau, hanya dikenakan Rp 300.000 per tahun. “Tidak kena apa lagi. Ayah-ayahan tidak ngayah. Hanya dibayar Rp 300.000 setahun, dana itu dibagi tiga. Yakni ke Banjar, ke Dalem dan ke Puseh,” jelasnya.
Untuk pembangunan dana desa, tidak perlu lagi urunan. “Membuat wantilan, bale agung, gedong, meru tumpang tiga, candi, tembok, tidak keluar biaya apa pun,” ungkapnya.

Pembangunan itu diambil dari dana pembangunan LPD sebanyak 20 persen. Pemberian dana pembangunan itu bertujuan utama bahwa untuk meringankan beban Krama. “Daripada Krama berat, dan lagi semua. Sebelum disubsidi oleh LPD, Krama kena Rp 100.000. Sehingga dengan bantuan membantu masyarakat,” ujarnya.

Lebih lanjut dikatakan, dengan perhatian LPD maka kepercayaan masyarakat meningkat. “LPD ini untuk menjawab isu tidak baik. Buktinya subsidi masih jalan. Misalnya Kesanga, ada bantuan sapi. Sekarang nol peturunan, masyarakat tinggal memotong sapi, bagikan, tanpa bayar lagi,” jelasnya. (K.Mahen/gumikbali.co.id)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *