LPD dan Bendesa adat di Kabupaten Bangli mendapatkan sosialisasi mengenai fraud dan pencegahan korupsi selama dua hari, pada 5-6 Juli 2022 di Museum Geopark Kintamani Bangli. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat Adat (PMA) Provinsi Bali. Sebagai narasumber dari Polda, Kejati, MDA dan Inspektorat Provinsi Bali.
“Dengan sosialisasi ini diharapkan bisa mengevaluasi kembali apa yang jadi persoalan terkait banyak kasus yang terjadi. Dengan adanya sosialisasi, jadi pemahaman dari Jero Bendesa selaku panureksa dan pengelola dapat berjalan baik. Ke depan harus ada kerjasama lebih erat dengan komponen yang ada terkait LPD ke depan,” ujar Widhi Dharma selaku Irban IV Inspektorat Provinsi Bali.
Sosialisasi ini terkait LPD, sehingga ada pemahaman yang sama. “Harapannya agar LPD berjalan baik. Supaya penyaluran dana tepat sasaran,” ujarnya.
Sementara itu, I Ketut Madra, Petajuh Perekonomian Adat MDA Bali yang juga Pemucuk LPD Kedonganan, menyatakan hikmah pertama dalam sosialisasi ini diharapkan memahami pengaturan LPD. Kedua, bisa memahami kenapa selama ini persoalan di LPD dihindari, kemudian yang tidak sengaja juga dihindari. “Mana pendapatan, mana laba harus dipisahkan. Desa adat sebagai pemilik, harus memerankan diri. Yang memulai ya kita sendiri,” ujarnya.
Pesan yang disampaikan dalam forum, bahwa LPD memiliki kekhususan. Bahwa LPD tunduk pada hukum adat. “Maka pararem harus disepakati bersama. Diharapkan tidak jadi masalah, masalah pasti ada, orang berumah tangga saja ada masalah. Maka ikuti role game, ikut pararem, ada Pergub juga,” ujarnya.
Sedangkan, Baga IV Perekonomian Adat, Bidang Padruwen Adat, Dr. I Wayan Absir, MM, menyatakan masih ada pemikiran yang “sambrag” dari para stakeholder LPD. “Karena apa, barangkali terlalu lama fokus terhadap apa yang dimiliki. Sebenarnya kalau ada rasa percaya diri dari para Bendesa, sebetulnya Undang-undang memberikan kewenangan ke adat, yakni pasal 18b UUD, hukum adat diakui. Masalah LPD ini dari puluhan LPD bermasalah dari ribuan LPD, kalau 38 masalah di posisi 1,9 persen. Tapi Bendesa harus waspada. Karena yang jelek mempengaruhi yang lain,” ujarnya.
Yang membuat hukum positif bisa masuk, pertama disampaikan dalam sosialisasi ada pengakuan penyertaan modal pemerintah. Kedua, ada konteks kepentingan kelompok maupun perorangan yang berbeda, jadi ketika ada masalah. Maka ketika masalah, Kesempatan hukum positif masuk. “Dana pemerintah jadi pintu masuk. Lalu saling lapor, saling tidak suka. Kalau ditelusuri bisa jadi ini masalah pribadi. Maka ke depan, harapan agar Bendesa bisa merubah paradigma berpikir. Awalnya Bendesa ngurus panca yadnya, harus pikirkan sosial budaya ekonomi agar bisa mencerminkan desa yang sejahtera dan bermartabat,” ungkapnya. (K.Yes/Gumikbali.com)
