Keputusan Pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak – BBM dinilai sebagai langkah tepat untuk mempercepat pemulihan ekonomi. Pasalnya subsidi BBM selama ini dinilai tidak tepat sasaran yang dinikmati hampir 70 persen masyarakat yang mampu.
Pengamat Ekonomi Bali Doktor I Gusti Wayan Murjana Yasa dikonfirmasi RRI di Denpasar Minggu (4/9/2022) mengatakan, kenaikan harga BBM menjadi upaya pengalihan subsidi untuk program – program yang lebih menyentuh masyarakat kurang mampu. Menurutnya, kenaikan harga BBM memang menekan perekonomian tetapi menjaga Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tetap sehat. Jika pengalihan subsidi tidak dilakukan justru akan berpotensi jebolnya kas negara, akibat subsidi tidak berkeadilan.
Murjana Yasa menegaskan, pengalihan subsidi harus dilakukan, karena uang negara layak diprioritaskan untuk program – program bantuan sosial yang menyentuh masyarakat kurang mampu. “Naiknya harga BBM menjadi keputusan Pemerintah yang berat namun tepat. Pengalihan subsidi ini memang harus dilakukan untuk diprioritaskan pada program – program sosial yang langsung menyentuh masyarakat kurang mampu. Keputusan ini tentu akan mempercepat pemulihan ekonomi dan menjaga APBN tetap sehat,” ujar Murjana Yasa.
Pemerintah akhirnya memutuskan mengurangi anggaran subsidi untuk Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia. Penyesuaian harga baru tersebut berlaku untuk BBM jenis Pertalite, Solar dan Pertamax. Kenaikan harga BBM diyakini akan menjaga Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tetap sehat dan mempercepat pemulihan ekonomi.
Penyesuaian harga ini mulai berlaku sejak 3 September lalu dengan rincian Solar 6 ribu 800 rupiah perliter dari 5 ribu 150 rupiah perliter, Pertalite 10 ribu rupiah per liter dari 7 ribu 650 rupiah per liter dan Pertamax non-subsidi dari 12 ribu 500 rupiah per liter menjadi 14 ribu 500 rupiah per liter. (sumber:rri.co.id)