Pesan filosofis Og Mandino yang terkenal disebutkan bahwa setiap orang di bumi ini adalah keajaiban dan dalam menjalani hidup harus memilih untuk selalu mengarahkan hidup dengan percaya diri, lakukan yang terbaik dan sesuai dengan hukum yang mengaturnya.
Augustine “Og” Mandino terlahir pada 12 Desember 1923 adalah Penulis Amerika yang ternama dan telah menulis banyak buku. Buku terlarisnya berjudul “The Greatest Salesman in the World.” Tulisannya menginspirasi banyak orang, quote yang juga sering kita jumpai adalah “Selalu lakukan yang terbaik, apa yang kamu tanam sekarang, akan kamu panen nanti.”
Pada catatan sebelumnya “Menjalani Hidup, Tanggung Jawab dan Kebahagiaan” Albert Einstein, Fisikawan ternama kelahiran Jerman, percaya bahwa “Ada dua cara untuk menjalani hidup, salah satunya adalah seolah-olah tidak ada keajaiban, yang lainnya seolah-olah semuanya adalah keajaiban.”
Kata “keajaiban” dari Albert Einstein dan juga Og Mandino diatas bermuara pada spirit yang sama, menjalani hidup dengan tulus, penuh percaya diri dan nantinya ada “keajabiban alam” yang membantu kesuksesan setiap langkah manusia. Og Mandino menyebut bahwa semua orang yang sukses menjalani hidup mereka sendiri dengan “memetakan” secara sadar memilih tujuan yang diinginkan dan jalan untuk mencapainya dengan tulus dan jujur.
Datangnya keajaiban diyakini berawal dari ketulusan dan juga kejujuran. Satu cerita menarik, Abu Abdullah Muhammad bin Idris asy-Syafi’i al-Muththalibi al-Qurasyi yang di kenal sebagai Imam Asy-Syafii memiliki sikap jujur yang tidak mengenal batas. Nilai kejujurannya ini dibekali oleh ibunya Fatimah Binti Ubaidillah. “Berjanjilah padaku Syafii, bahwa kamu akan terus menjadi anak yang jujur,” begitu selalu pesan Fatimah pada Syafii.
Diceritakan Syafii sudah tumbuh dewasa dan teguh memegang janji pada ibunya untuk tetap berlaku jujur. Hingga pada suatu ketika Syafii melakukan perjalanan ke Madinah bersama rombongannya, namun di tengah perjalanan dia dihadang perampok. Perampok menanyai dan meminta uang yang dibawa semua orang dalam rombongan itu. Semua anggota rombongan menutup-nutupi harta yang dibawanya, kecuali Syafii.
Ketika perampok bertanya kepada Syafii “Apa yang kamu punya?”, Syafii dengan polos mengatakan dirinya membawa uang 400 dirham. Perampok tidak percaya pada Syafii, sampai akhirnya perampok mengeledahnya. Syafii langsung mengeluarkan uang 400 dirham dari saku pakaiannya dan menyerahkan semuanya kepada perampok, “tidak ada yang tersisa lagi” setelah diperiksa perampok. Terkejutlah para perampok, sambil menerima uang dari Syafii, pemimpin rampok itu memandangi Syafii sambil bertanya “kenapa kamu jujur kepadaku padahal kamu tahu kami akan mengambil hartamu,” tanyanya.
Syafii pun menjawab “Saya jujur kepadamu karena saya telah berjanji kepada ibuku untuk selalu berkata jujur.” Mendengar penuturan Syafii yang polos dan jujur itu, hati perampok itu merasa iba dan sadar, Ia pun merasa malu karena meski tak ada sang ibu di sampingnya namun Syafii tetap menepati janjinya. Sementara dirinya telah berlaku zalim kepada Syafii dan rombongan yang lain. Perampok itu pun menjadi sadar dan bertobat setelah mendengar kejujuran Syafii serta mengembalikan uang 400 dirham kepadanya.