Oleh: D.Wijaya

Asketisme (dari bahasa Yunani: askesis) adalah gaya hidup, pilihan hidup berprilaku pantang pada kenikmatan duniawai, indria demi mewujudkan maksud-maksud rohani. Para petarak (pengamal asketisme) lebih memilih menjauh dan menyepi dari keramaian dunia, bisnis agar supaya dapat mencapai tujuan tujuan rohani yang mereka tuju. Para petarak memilih “bertapa”, mengekang indria. Kendati mereka hidup di tengah-tengah masyarakat hedon, tetapi gaya hidupnya sangat bersahaja, hanya memikirkan masalah masalah rohaniah. Kenikmatan kenikmatan jasmani dibiarkan lewat, tidak terpengaruh, penolakan pada harta benda, lebih memilih puasa dan beribadat untuk meningkatkan rohani mereka.

Sementara ada sebagian yang menjalani hidup sebagai petarak, dibagian lain ada orang yang memilih hidup dengan gaya hedon, hiruk pikuk pada dunia, untung dan rugi. Dunia bisnis (kata “bisnis” berarti sibuk) adalah kegiatan manusia yang bertujuan untuk mengumpulkan uang, kekayaan, memproduksi dan menjual produk dan jasa yang dibutuhkan masyarakat. Business identik dengan kesibukan melakukan aktivitas, pekerjaan untuk menghasilkan manfaat duniawi.

Pertanyaannya, mungkinkah mempertemukan atau setidaknya menyandingakn asketisme dengan bisnis?. Dalam praktek, asketisme terbagi menjadi dua jenis. Jenis pertama asketisme natural yaitu pertarakan yang wajar, yaitu gaya hidup yang membatasi aspek-aspek kebendaan dalam hidup sehari-hari sampai ke taraf yang sangat bersahaja dan pada batas minimum tertentu, tanpa merusak tubuh atau hidup dalam keadaan sungguh-sungguh berkekurangan sehingga menyengsarakan tubuh. Jenis kedua asketisme tidak natural, suatu praktik petarakan yang melibatkan jasmani sampai-sampai “menyakiti” diri sendiri, misalnya dengan tidur di atas ranjang paku.

Praktisi asketisme sengaja menampik kenikmatan-kenikmatan duniawi dan menjalani gaya hidup berpantang, demi mengejar penebusan dosa, keselamatan, atau pencapaian rohani. Dalam teologi-teologi kuno, asketisme dipandang sebagai suatu perjalanan menuju transformasi rohani. Baginya kebahagian tidak datang dari luar, tetapi dari dalam, karenanya butuh laku hidup bersahaja. Ketika hiruk pikuk bisnis selama ini tidak mendapatkan kebahagian dan ketenangan, mengapa tidak mencoba menjadi pebisnis sekaligus menjalani petarakan type pertama. Pebisnis yang berpantang pada kenikmatan duniawi, tidak fokus mengejar indriawi pada saat yang sama mengupayakan tujuan tujuan rohani.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *