Catatan Kecil: D.Wijaya
==================

Siaran pers OJK 8 Juli lalu mencatat “Pembiayaan UMKM lewat pinjaman online (pinjol) terus berkembang, pinjaman masyarakat masih terkendali”. (Siaran Pers 73).

Outstanding pembiayaan peer-to-peer (P2P) lending pada Mei 2023 sebesar Rp.51,46 triliun, tumbuh 28,11 persen yoy. 38,39 persen diantaranya atau setara dengan Rp.19,76 triliun merupakan pembiayaan kepada pelaku UMKM, sisanya sebesar 61,61 persen adalah pembiayaan untuk non UMKM (Rp.31,7 triliun).

Pembiayaan pada sector UMKM sebesar Rp.19,76 triliun tersebut diatas dapat diklasifikasikan menjadi dua, pembiayaan untuk UMKM perorangan mencapai Rp15,63 triliun dan pembiayaan untuk UMKM badan usaha sebesar Rp.4,13 triliun.

Data lainnya menunjukkan bahwa angka tingkat wanprestasi pinjol (TWP90) per Mei 2023 mencapai 3,36 persen, masih berada dibawah 5% sebagai acuan threshold pengawasan OJK. Disebutkan juga bahwa tingginya pertumbuhan pembiayaan pinjol, menunjukkan bahwa fungsi intermediasi berjalan dengan baik, dan masih tingginya kebutuhan masyarakat, kebutuhan pelaku UMKM terhadap akses keuangan yang lebih mudah serta lebih cepat dapat dirasakan oleh pelaku usaha, dibandingkan melalui perbankan atau perusahaan pembiayaan.

Sejarah pinjol, P2P lending di Indonesia baru mulai berkembang pada 2016. Dalam rentang waktu kurang lebih tujuh tahun, perkembangan pinjol sangat pesat bila dibandingkan dengan perbankan, khususnya Bank Perekonomian Rakyat (BPR), yang telah lahir dengan euforia jauh lebih dulu (sejak pakto 88). Walau keberadaan BPR jauh lebih lama dari pinjol (fintech), namun demikian kemampuan untuk menyalurkan kredit atau pembiayaan masih kalah, secara nasional baru sebesar Rp.133,07 triliun (posisi April 2023). Angka outstanding itupun adalah akumulasi dari 1.416 BPR yang ada seluruh di Indonesia.

Data pembanding lain yang menunjukkan bahwasanya kinerja BPR mendapat saingan ketat dari pinjol adalah angka pertumbuhan kredit BPR yang hanya berkisar 8,7 persen yoy. Rasio NPL BPR mencapai 8,97 persen, posisi April 2023. Dari data ini cukup jelas untuk menunjukkan bahwa perkembangan industry BPR “mendapat ancaman” dengan lahirnya pinjol.

Akankah fintech, pinjol yang saat ini sedang euforia, seperti halnya masa masa awal kelahiran BPR 35 tahun lalu (1988)?, akankah industry BPR masih bisa bertahan ditengah gempuran pinjol saat ini?. Penulis berharap kehadiran fintech dan keberadaan BPR bukan menegasikan satu dengan lainnya, melainkan dapat saling bekerjasama untuk membiayai perekonomian, UMKM di Negeri ini. (D.Wijaya/gumikbali)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *