Dalam pengantarnya di Sidang Kabinet Paripurna, Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa di tengah situasi geopolitik dan geoekonomi global yang penuh ketidakpastian — mulai dari konflik internasional, fluktuasi harga energi dunia, hingga disrupsi rantai pasok pangan — ekonomi nasional Indonesia tetap stabil dan tangguh.

Ia menilai, daya tahan ekonomi ini merupakan hasil dari kerja keras kolektif seluruh jajaran pemerintahan, terutama dalam menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, stabilitas harga, dan ketahanan pangan nasional.

“Yang penting fundamental ekonomi kita harus kuat, dan fundamental ekonomi setiap bangsa yang paling asasi adalah pangan, energi, dan air,” ujar Presiden Prabowo. — (Sumber: Wapresri.go.id, 20 Oktober 2025)

Prabowo menekankan bahwa kedaulatan nasional tidak mungkin terwujud tanpa kedaulatan ekonomi, dan inti dari kedaulatan ekonomi adalah kemampuan bangsa untuk memproduksi pangan sendiri. Dalam pandangannya, ketergantungan terhadap impor pangan atau bahan energi hanya akan melemahkan posisi Indonesia di tengah kompetisi global yang semakin tajam.

“Saya tidak pernah percaya bahwa suatu bangsa bisa merdeka kalau dia tidak bisa produksi pangannya sendiri. Kalau kita bisa amankan pangan kita, kita bisa beri makan kepada rakyat kita setiap hari, setiap minggu, setiap bulan, setiap tahun,” tegasnya. — (Sumber: Setneg.go.id, Pengantar Presiden Prabowo Subianto pada Sidang Kabinet Paripurna, 20 Oktober 2025)

Pernyataan tersebut bukan sekadar retorika nasionalistik, melainkan arah strategis ekonomi jangka panjang yang menempatkan tiga sektor utama — pangan, energi, dan air — sebagai pilar ketahanan nasional. Dalam perspektif kebijakan, hal ini sejalan dengan visi Kemandirian Indonesia 2045 yang menekankan food security, energy resilience, dan water management sebagai prioritas nasional.

Namun, tantangan masih besar. Perubahan iklim, degradasi lahan pertanian, dan ketimpangan infrastruktur logistik menjadi penghambat utama produktivitas nasional. Di tingkat global, persaingan sumber daya dan proteksionisme pangan yang meningkat di banyak negara turut menekan rantai pasok Indonesia.

Karena itu, pesan Presiden Prabowo dalam sidang tersebut dapat dibaca sebagai peringatan dini sekaligus arah kebijakan strategis: bahwa di tengah situasi dunia yang tidak menentu, kekuatan sejati Indonesia bukan terletak pada besarnya pasar atau cadangan devisa, melainkan pada kemampuan bangsa memberi makan rakyatnya sendiri dengan sumber daya yang dikelola secara berdaulat. (D.W)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *